
Banyak perusahaan masih mencampuradukkan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) dan PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu). Padahal, keduanya memiliki tujuan, durasi, konsekuensi, dan biaya yang berbeda. Singkatnya: PKWT cocok untuk pekerjaan berjangka atau selesainya pekerjaan tertentu, sementara PKWTT adalah hubungan kerja tanpa batas waktu (karyawan tetap). Regulasi utama mengenai hal ini termuat dalam PP 35/2021 (aturan pelaksana UU Cipta Kerja) dan pembaruan UU 6/2023.
Agar tim Anda tidak salah kaprah, mari kita bedah perbedaan PKWT vs PKWTT, mulai dari definisi, masa percobaan, durasi, hak, hingga kompensasi dan risiko kepatuhan. Selain itu, di sepanjang artikel akan disisipkan tautan internaluntuk pendalaman, misalnya tentang penilaian kinerja, budaya organisasi, dan HR analytics agar praktiknya tetap menyatu ke tata kelola SDM perusahaan.
PKWT adalah perjanjian kerja berjangka atau berdasar selesainya pekerjaan tertentu. Kerangka PP 35/2021 menegaskan dasar, jenis, jangka waktu, dan kompensasinya. Dengan kata lain, PKWT bukan untuk pekerjaan yang bersifat tetap atau berkesinambungan, melainkan yang durasinya bisa diperkirakan.
PKWTT adalah perjanjian kerja tanpa batas waktu (karyawan tetap). Definisi ringkas ini bersumber dari PP 35/2021 dan berbagai penjelasan praktik.
Catatan penting: jika PKWT disusun tidak memenuhi ketentuan, statusnya dapat berubah demi hukummenjadi PKWTT—yang tentu berdampak ke biaya dan kewajiban perusahaan.
Untuk mengaitkannya ke sistem manajemen kinerja dan kepemimpinan, Anda bisa membaca: metode penilaian kinerja, evaluasi kinerja kolaboratif, dan kepemimpinan kolaboratif.
Tidak. Masa percobaan dilarang untuk PKWT. Sebaliknya, probation hanya boleh untuk PKWTT dengan durasi maksimal 3 bulan sebagaimana diatur di rezim UU Ketenagakerjaan/PP 35/2021 dan dijelaskan ulang oleh berbagai rujukan hukum tepercaya.
Dengan demikian, jika Anda menemukan klausul probation di kontrak PKWT, sebaiknya ditinjau ulang. Selain berisiko cacat hukum, hal itu dapat memicu sengketa hubungan industrial. Di sisi lain, untuk PKWTT, pastikan masa probation tertulis jelas, tujuannya objektif, dan evaluasinya terukur, sambil tetap mematuhi ketentuan upah minimum selama masa percobaan.
Untuk memperkuat perilaku manajerial selama probation, rujuk: coaching, learning & development, dan kunci kepemimpinan.
Di bawah PP 35/2021, PKWT berdasarkan jangka waktu dapat dibuat paling lama 5 (lima) tahun termasuk perpanjangannya. Artinya, kontrak dapat diperpanjang selama akumulasi total tidak melampaui 5 tahun. Jika pekerjaan belum selesai, perpanjangan dimungkinkan, asalkan total durasi tetap dalam ambang tersebut. Penegasan ini berulang kali disampaikan dalam ringkasan resmi dan penjelasan ahli.
Sebaliknya, PKWTT tidak dibatasi waktu. Status hubungan kerja berlangsung hingga terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sah sesuai prosedur. Karena itu, sejak awal perusahaan perlu memikirkan governance kinerja, struktur gaji, dan jalur karier untuk karyawan tetap. Lihat: cara menyusun pengembangan karir dan cara membuat job description.
Secara prinsip, pekerja berhak atas perlindungan normatif (jam kerja, upah, BPJS, dan cuti). Cuti tahunan paling sedikit 12 hari setelah 12 bulan bekerja secara terus-menerus, yang berlaku bagi PKWTT dan PKWT sepanjang memenuhi syarat masa kerja (atau pro rata bila disepakati). Ketentuan ini diulas konsisten oleh beberapa rujukan praktik.
Namun, dalam praktik, pemenuhan hak cuti bagi PKWT sering dirumuskan proporsional sesuai masa kerja aktual dan ketentuan internal. Oleh karena itu, pastikan klausul cuti di PKWT tertulis dengan jelas agar tidak menimbulkan tafsir. Untuk memperkuat budaya eksekusi sehari-hari, silakan dalami: budaya organisasi dan kepemimpinan & budaya organisasi.
PKWT: ketika PKWT berakhir (atau salah satu pihak mengakhiri sebelum waktunya), pengusaha wajib memberikan uang kompensasi yang dihitung proporsional dengan rumus masa kerja/12 × 1 bulan upah. Ketentuan ini bersumber dari UU Cipta Kerja (sebagaimana diubah UU 6/2023) serta aturan teknis di PP 35/2021.
PKWTT: pekerja yang di-PHK berhak atas paket PHK (pesangon, penghargaan masa kerja, penggantian hak) sesuai ketentuan alasan PHK dan masa kerja. Ini berbeda esensi dengan kompensasi di PKWT.
Rumus kompensasi PKWT bukan pesangon; ia hanya kompensasi atas berakhirnya perjanjian waktu tertentu. Pastikan tim payroll memahami momen pembayarannya—misalnya, jika PKWT diperpanjang, kompensasi dibayarkan ketika periode sebelum perpanjangan berakhir.
Untuk aspek tata kelola biaya tenaga kerja dan metrik SDM, simak: HR analytics dan evaluasi kinerja kolaboratif.
Apabila ketentuan PKWT dilanggar, misalnya pekerjaan sebenarnya bersifat tetap, ada masa percobaan yang diselipkan, atau kontrak melebihi 5 tahun, statusnya bisa berubah demi hukum menjadi PKWTT. Konsekuensinya, perusahaan menanggung kewajiban layaknya karyawan tetap (termasuk ketika terjadi PHK). Oleh sebab itu, selain menyusun klausul kontrak dengan hati-hati, lakukan audit kontrak secara berkala.
Sebagai penguat praktik, silakan baca: peran HR sebagai mitra strategis, apa itu HRBP, dan proses rekrutmen efektif.
Fungsi utama
PKWT: fleksibilitas untuk pekerjaan berjangka atau sekali selesai.
PKWTT: kontinuitas dan pengembangan jangka panjang.
Durasi
PKWT: total maksimal 5 tahun (termasuk perpanjangan).
PKWTT: tanpa batas waktu.
Probation
PKWT: dilarang.
PKWTT: boleh, maks. 3 bulan, wajib tertulis.
Akhir hubungan kerja
PKWT: kompensasi (pro rata) saat berakhir.
PKWTT: paket PHK (pesangon dkk.) sesuai alasan dan masa kerja.
Risiko salah pakai
PKWT: jika salah kaprah (pekerjaan tetap, probation, durasi >5 tahun), bisa otomatis jadi PKWTT.
PKWTT: perlu tata kelola kinerja, biaya, dan karier yang konsisten.
Pilih PKWT ketika:
Ada proyek berjangka dengan luaran terdefinisi; 2) Pekerjaan musiman atau terkait peluncuran produk; 3) Ketika model bisnis butuh uji coba peran yang durasinya bisa diprediksi. Namun, hindari PKWT untuk fungsi inti & berkesinambungan (misalnya, core operations harian) karena berisiko dianggap PKWTT secara hukum.
Di sisi lain, pilih PKWTT saat perusahaan memerlukan stabilitas kemampuan dan investasi jangka panjang dalam pengembangan kompetensi. Agar keputusan ini menyatu dengan strategi manusia, gunakan kerangka seperti job description, person–job fit, L&D, hingga strategi rekrutmen.
Skenario: startup logistik memerlukan 150 pekerja untuk peak season 4–6 bulan.
Pilihan logis: PKWT berbasis jangka waktu sesuai durasi puncak.
Catatan: pastikan tanpa probation, cantumkan cuti/istirahat sesuai ketentuan, dan siapkan perhitungan kompensasi pro rata menjelang akhir kontrak.
Skenario: perusahaan manufaktur membuka divisi baru permanen (continuous operation).
Pilihan logis: PKWTT untuk menjaga retensi kemampuan dan know-how.
Catatan: rancang KPI dan program onboarding agar waktu ramp-up singkat, lalu jalankan coaching serta L&Dberkala. Lihat: penilaian kinerja, coaching, learning & development.
Pada akhirnya, PKWT dan PKWTT bukan soal mana yang lebih “murah”, melainkan mana yang paling tepat untuk jenis pekerjaan dan strategi bisnis Anda. Karena itu, mulai dari analisis kebutuhan peran, tetapkan jalan kontrakyang benar (PKWT atau PKWTT), lalu kelola kepatuhan—dari drafting kontrak, payroll, cuti, hingga kompensasi—dengan rapi. Kemudian, tautkan semua itu ke sistem kinerja dan pengembangan agar karyawan, proses, dan hasil bisnis terkait erat: lihat penilaian kinerja, evaluasi kinerja kolaboratif, budaya organisasi, coaching, HR analytics, job description, strategi rekrutmen, dan learning & development. Dengan begitu, kontrak kerja bukan sekadar dokumen legal, melainkan alat manajemen nilai yang menyatu dengan pertumbuhan perusahaan.
