psychehumanus.id

Mengubah Pola Pikir: Dari Atasan Jadi Pemimpin Sejati

Stop Jadi Atasan! Ini 2 Jurus Sakti Jadi Pemimpin Sejati

Kenapa Manajer Harus Lebih dari Sekadar Pemberi Perintah

Pernahkah Anda merasa bahwa menjadi seorang manajer hanyalah tentang mendelegasikan tugas dan memastikan target tercapai? Atau mungkin adalah atasan Anda? Upss….
Di era kerja yang serba cepat dan dinamis ini, peran manajer jauh lebih kompleks. Bukan hanya soal “apa” yang harus dikerjakan, tetapi juga “bagaimana” tim merasa dihargai, didukung, dan termotivasi.

Buku Everyone Deserves a Great Manager karya Scott Miller memperteguh pemahaman saya sekaligus makin membuka mata saya bahwa setiap berhak menjadi manajer yang hebat—bukan hanya sekadar menjadi atasan.

Buku Everyone Deserves a Great Manager menyoroti enam praktik penting yang bisa mengubah cara kita memimpin. Mari kita bedah dua praktik pertama yang menjadi fondasi kepemimpinan efektif: melakukan one-on-one secara rutin dan memberikan dukungan yang memberdayakan, bukan sekadar bantuan.

Praktik Kritis #1: Kekuatan Percakapan Satu-satu yang Rutin

Bayangkan skenario ini: Rapat tim mingguan, semua orang duduk di ruang konferensi. Anda, sebagai manajer, memimpin rapat dengan agenda yang padat: laporan penjualan, proyek yang tertunda, dan target kuartal berikutnya. Semua berjalan lancar, tetapi apakah Anda benar-benar tahu apa yang ada di pikiran Rina, anggota tim Anda yang akhir-akhir ini terlihat lesu? Atau apakah Budi, yang selalu diam, sebenarnya punya ide brilian yang tidak berani ia sampaikan di forum besar?

Di sinilah pertemuan one-on-one (satu-satu) memainkan peran krusial. Scott Miller menyebutnya sebagai “ruang aman” di mana manajer dan karyawan bisa berkomunikasi secara terbuka dan jujur. Pertemuan ini bukan sekadar laporan progres, melainkan sebuah percakapan yang mendalam. Tujuannya adalah untuk memahami, bukan hanya untuk mengawasi.

Di dalam buku “Everyone Deserves a Great Manager”, Scott Miller menekankan pentingnya pertemuan satu lawan satu (one-on-one) sebagai fondasi kepemimpinan yang efektif. Namun, banyak manajer masih salah paham. Mereka menganggap one-on-one hanya sebagai sesi laporan progres, namun pengalaman saya mendamping banyak klien “hanya sesi laporan progress” ini adalah kesempatan emas untuk melakukan coaching yang mendalam.

Mari kita bongkar bagaimana Anda bisa meleburkan dua praktik ini menjadi satu kesatuan yang kuat, mengubah sesi mingguan menjadi sarana pengembangan diri yang berharga bagi tim Anda.

Mengapa One-on-One adalah Wadah Ideal untuk Coaching?

  1. Kepercayaan adalah Kunci:Pertemuan one-on-oneadalah “ruang aman” yang dibangun di atas kepercayaan. Di sini, karyawan merasa nyaman untuk membuka diri, mengakui kelemahan, dan berbagi ambisi. Tanpa kepercayaan ini, sesi coaching akan terasa seperti interogasi.
  2. Fokus pada Individu:Rapat tim membahas tujuan kolektif, sedangkan one-on-onefokus pada satu orang. Inilah kesempatan Anda untuk memahami tantangan pribadi, aspirasi karier, dan hambatan unik yang dihadapi setiap anggota tim. Informasi ini adalah bahan bakar terbaik untuk sesi coaching yang relevan dan personal.
  3. Tepat Waktu:Masalah sering kali muncul secara tiba-tiba. Dengan pertemuan rutin, Anda bisa melakukan coachingsecara tepat waktusaat masalah masih kecil, sebelum menjadi besar. Ini jauh lebih efektif daripada menunggu hingga evaluasi tahunan.

Cara Meleburkan One-on-One dengan Coaching (Panduan Praktis)

Melakukan coaching dalam sesi one-on-one tidak berarti Anda harus menjadi ahli terapi. Sebaliknya, gunakan teknik coaching sederhana untuk memberdayakan karyawan Anda. Berikut langkah-langkahnya:

Langkah 1: Ubah Pertanyaan Anda dari “Apa?” menjadi “Bagaimana?”

Manajer yang efektif tidak memberikan jawaban, mereka mengajukan pertanyaan yang tepat. Alih-alih bertanya, “Apa yang salah dengan laporan ini?”, ubah pertanyaan Anda menjadi:

  • Bagaimana menurut Anda kita bisa membuat laporan ini lebih jelas?”
  • Bagaimana jika Anda melihat masalah ini dari sudut pandang pelanggan?”
  • Bagaimana Anda akan mengatasi tantangan ini jika Anda punya semua sumber daya yang dibutuhkan?”

Pertanyaan-pertanyaan ini memaksa karyawan “pelapor progres” untuk berpikir kritis dan menemukan alternatif solusi mereka sendiri, bukan hanya menunggu perintah.

Langkah 2: Fokus pada Solusi, Bukan Masalah

Ketika seorang karyawan datang dengan masalah, naluri kita mungkin langsung menganalisis akar masalahnya. Namun, dalam coaching, fokusnya adalah pada solusi dan tindakan ke depan. Dan saya selalu mendorong semua coachee saya untuk punya 3 alternetif solusi ketika mereka mau bertemu untuk diskusi tentang tantangana atau kendala yang mereka hadapi. Lhoo kenapa kok 3? Kalau 1, Namanya bukan alternatif solusi, kalau 2 nanti bingung milihnya, kalau 4 nanti kebanyakaan mikir, ya paling pas 3 alternatif solusi. heheheh

Gunakan pertanyaan seperti:

  • “Dari semua masalah yang ada, mana yang paling penting untuk dipecahkan sekarang?”
  • “Apa satu langkah kecil yang bisa Anda ambil untuk memulai?”
  • “Jika Anda berhasil mengatasi ini, apa dampaknya bagi Anda dan tim?”

Pendekatan ini mengarahkan percakapan dari keluhan menjadi rencana aksi yang konkret.

Langkah 3: Jadikan Diri Anda sebagai Pendukung, Bukan Penyelamat

Seperti yang dijelaskan dalam buku, peran Anda adalah memberikan dukungan, bukan sekadar bantuan. Dalam konteks coaching, ini berarti Anda tidak menyelesaikan masalah untuk mereka. Anda menyediakan alat, panduan, dan dorongan agar mereka bisa menyelesaikannya sendiri.

  • Hindari: “Baik, saya akan hubungi tim IT untuk menyelesaikan masalah ini.”
  • Gunakan: “Apakah Anda sudah mencoba menghubungi tim IT? Apa yang Anda perlukan dari saya untuk memulai percakapan itu?”

Dengan pendekatan ini, Anda mengajarkan mereka kemandirian dan membangun kepercayaan diri mereka.

Langkah 4: Ambil Catatan dan Tindak Lanjuti dengan Bertanggung Jawab

Sesi one-on-one dan coaching tidak akan efektif jika tidak ada tindak lanjut. Setelah percakapan selesai, buatlah catatan singkat mengenai poin-poin penting, keputusan yang diambil, dan rencana aksi. Pastikan Anda menindaklanjuti hal-hal yang dibahas di pertemuan berikutnya.

Ini menunjukkan bahwa Anda serius dan peduli. Tindakan Anda memperkuat kepercayaan yang sudah dibangun. Misalnya, jika Anda berjanji untuk menghubungkan mereka dengan mentor atau mencarikan pelatihan, lakukanlah. Tindak lanjut yang konsisten adalah bukti nyata dari komitmen Anda sebagai seorang pemimpin.

Tantangan untuk Anda: pa da bagian ini saya akan memberikan tantangan untuk Anda. Selanjutnya dalam sesi one-on-one Anda, coba kurangi 50% waktu Anda untuk berbicara dan alihkan ke pertanyaan terbuka. Perhatikan bagaimana percakapan berubah dan bagaimana karyawan Anda mulai mengambil alih kendali atas kesulitan dan alternatif solusi mereka sendiri.

Dengan meleburkan one-on-one dan coaching, Anda tidak hanya mengelola tugas, tetapi juga menumbuhkan potensi individu. Anda tidak hanya menciptakan tim yang produktif, tetapi juga tim yang mandiri, inovatif, dan siap menghadapi tantangan apa pun di masa depan.

Praktik Kritis #2: Memberikan Dukungan, Bukan Sekadar Bantuan

Sering kali, ketika seorang karyawan menghadapi masalah, naluri pertama kita sebagai manajer adalah “menyelesaikan” masalah itu untuk mereka. Contohnya, ketika seorang anggota tim kesulitan dengan presentasi, kita langsung mengambil alih dan memperbaikinya. Ini memang membantu dalam jangka pendek, tetapi apakah ini benar-benar mendukung pertumbuhan mereka?

Scott Miller menekankan perbedaan fundamental antara membantu dan mendukung.

  • Membantu: Sering kali bersifat sementara dan reaktif. Anda menyelesaikan masalah untuk orang lain.
  • Mendukung: Bersifat proaktif dan memberdayakan. Anda membekali orang lain dengan alat, pengetahuan, dan kepercayaan diri untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.

Pola pikir ini adalah kunci untuk membangun tim yang mandiri, kompeten, dan resilien.

Contoh Skenario: Dari Membantu Menjadi Mendukung

Skenario “Membantu”:

Anggota tim Anda, Clara, kesulitan membuat laporan data yang rumit. Anda melihatnya frustrasi, lalu Anda berkata, “Sini, biar saya yang kerjakan. Anda bisa fokus ke yang lain.” Laporan selesai, tetapi Clara tidak belajar apa-apa. Ia akan datang lagi kepada Anda dengan masalah yang sama di lain waktu.

Skenario “Mendukung”:

Clara datang kepada Anda dengan masalah yang sama. Anda duduk bersamanya dan bertanya, “Di bagian mana yang paling sulit?” Anda tidak langsung memberikan jawaban. Sebaliknya, Anda mengajukan pertanyaan lain: “Menurut Anda, apa langkah pertama yang bisa kita lakukan?” atau “Apakah ada sumber daya atau orang lain yang bisa kita ajak bicara?” Anda membimbingnya, bukan menyelesaikannya.

Panduan Praktis untuk Memberikan Dukungan yang Efektif

  1. Ajukan Pertanyaan, Jangan Berikan Jawaban Langsung: Pancing anggota tim untuk berpikir kritis. Pertanyaan seperti “Apa yang sudah Anda coba?” atau “Bagaimana jika kita melihat masalah ini dari sudut pandang yang berbeda?” akan mendorong mereka menemukan solusi sendiri.
  2. Berikan Alat dan Sumber Daya: Apakah mereka membutuhkan akses ke software tertentu? Pelatihan? Atau mungkin terhubung dengan kolega yang lebih ahli? Sediakan sumber daya tersebut sehingga mereka bisa menyelesaikan masalah mereka secara mandiri.
  3. Beri Otoritas dan Kepercayaan: Beri mereka kebebasan untuk membuat keputusan dalam batas yang wajar. Tunjukkan bahwa Anda percaya pada kemampuan mereka. Ini meningkatkan rasa kepemilikan dan tanggung jawab.
  4. Rayakan Kemajuan Kecil: Ketika mereka berhasil mengatasi tantangan, akui usaha dan keberhasilan mereka. Pujian seperti, “Hebat, cara Anda menyelesaikan masalah itu sangat cerdas!” akan memperkuat kepercayaan diri mereka.

Tantangan untuk Anda: pada bagian ini ini, coba ubah satu momen di mana Anda biasanya akan “membantu” menjadi momen di mana Anda “mendukung.” Lihatlah perbedaannya, baik dalam kinerja tim maupun dalam perasaan Anda sebagai seorang pemimpin.

Dengan menguasai dua praktik ini, Anda tidak hanya menjadi manajer yang lebih baik, tetapi juga seorang pemimpin yang membangun tim kuat, mandiri, dan berdaya. Nantikan artikel berikutnya yang akan membahas praktik kritis ketiga dan keempat, yaitu memberikan umpan balik yang memotivasi dan menetapkan standar keberhasilan yang jelas.

Bagikan

Recent Article