
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bukan hanya momen yang emosional bagi karyawan, tetapi juga tantangan administratif bagi perusahaan. Salah satu aspek yang sering menjadi sorotan adalah perhitungan pesangon. Kesalahan dalam menghitung pesangon dapat berujung pada ketidakpuasan karyawan, bahkan potensi masalah hukum. Oleh karena itu, penting bagi setiap pemilik bisnis dan HRD untuk memahami cara menghitung pesangon dengan benar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.
Pesangon adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh perusahaan kepada karyawan yang mengalami PHK.Pembayaran ini bertujuan untuk memberikan kompensasi atas berakhirnya hubungan kerja dan sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi karyawan selama bekerja di perusahaan.
Perhitungan pesangon di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain:
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 156 ayat (2) mengatur bahwa karyawan yang di-PHK berhak menerima uang pesangon berdasarkan masa kerja mereka.
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja
Pasal 40 ayat (2) menyebutkan bahwa pengusaha wajib membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh karyawan.
Berikut adalah cara menghitung pesangon berdasarkan masa kerja karyawan:
Uang pesangon dihitung berdasarkan masa kerja karyawan sebagai berikut:
Masa kerja kurang dari 1 tahun: 1 bulan upah
Masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun: 2 bulan upah
Masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun: 3 bulan upah
Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun: 4 bulan upah
Masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun: 5 bulan upah
Masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun: 6 bulan upah
Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun: 7 bulan upah
Masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun: 8 bulan upah
Masa kerja 8 tahun atau lebih: 9 bulan upah
Contoh:
Jika seorang karyawan memiliki masa kerja 3 tahun 6 bulan dan gaji bulanan sebesar Rp5.000.000, maka uang pesangon yang diterima adalah:
3 bulan x Rp5.000.000 = Rp15.000.000
Uang penghargaan masa kerja diberikan kepada karyawan yang telah bekerja selama minimal 3 tahun. Besaran UPMK berdasarkan masa kerja adalah sebagai berikut:
Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun: 2 bulan upah
Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun: 3 bulan upah
Masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun: 4 bulan upah
Masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun: 5 bulan upah
Masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun: 6 bulan upah
Masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun: 7 bulan upah
Masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun: 8 bulan upah
Masa kerja 24 tahun atau lebih: 10 bulan upah
Contoh:
Jika karyawan tersebut memiliki masa kerja 3 tahun 6 bulan, maka UPMK yang diterima adalah:
2 bulan x Rp5.000.000 = Rp10.000.000
Uang penggantian hak mencakup hak-hak karyawan yang belum diberikan atau belum digunakan selama masa kerja, seperti:
Sisa cuti tahunan yang belum diambil
Biaya transportasi kembali ke tempat asal
Biaya penggantian perumahan dan pengobatan
Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
Contoh:
Jika karyawan memiliki sisa cuti tahunan sebanyak 5 hari dan gaji harian sebesar Rp200.000, maka UPH untuk sisa cuti adalah:
5 hari x Rp200.000 = Rp1.000.000
Berdasarkan contoh sebelumnya, jika karyawan memiliki:
Gaji bulanan: Rp5.000.000
Masa kerja: 3 tahun 6 bulan
Sisa cuti: 5 hari
Maka perhitungan total pesangon adalah:
Uang Pesangon: 3 bulan x Rp5.000.000 = Rp15.000.000
Uang Penghargaan Masa Kerja: 2 bulan x Rp5.000.000 = Rp10.000.000
Uang Penggantian Hak (sisa cuti): 5 hari x Rp200.000 = Rp1.000.000
Total Pesangon: Rp15.000.000 + Rp10.000.000 + Rp1.000.000 = Rp26.000.000
Selain masa kerja, beberapa faktor yang dapat mempengaruhi besaran pesangon antara lain:
Alasan PHK: PHK karena efisiensi atau perusahaan pailit dapat mempengaruhi besaran pesangon yang diterima karyawan.
Status Hubungan Kerja: Karyawan dengan status PKWT (Pekerja Kontrak) memiliki perhitungan pesangon yang berbeda dibandingkan dengan karyawan PKWTT (Pekerja Tetap).
Menghitung pesangon dengan benar adalah kewajiban perusahaan dan hak bagi karyawan. Dengan memahami cara perhitungan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku, perusahaan dapat memastikan bahwa proses PHK berjalan adil dan sesuai dengan hukum. Bagi karyawan, mengetahui hak-hak mereka dapat membantu dalam perencanaan keuangan pasca PHK.
Untuk mempermudah perhitungan pesangon, perusahaan dapat menggunakan aplikasi HRIS atau payroll yang telah dilengkapi dengan fitur perhitungan pesangon otomatis sesuai dengan peraturan yang berlaku.