
Gelombang aksi buruh di akhir Agustus 2025 mendorong wacana kenaikan upah minimum 2026. Di berbagai pemberitaan, serikat menuntut kenaikan ±8,5–10,5%, disertai isu lain seperti penghapusan outsourcing dan penghentian PHK massal. Bagi perusahaan, pembahasan ini bukan sekadar angka: ia menyentuh struktur gaji, arus kas, produktivitas, hingga hubungan industrial. Karena itu, artikel ini memandu Anda menyiapkan skenario dan strategi praktis, sejak sekarang, sembari memantau keputusan resmi pemerintah. Untuk konteks, permintaan kenaikan 8,5–10,5% tercatat di media arus utama sepanjang pekan ini.
Regulasi terakhir yang berlaku terkait formula upah minimum adalah PP No. 51/2023 (perubahan atas PP 36/2021). Dokumen resmi ini mengatur rumus penyesuaian upah minimum berbasis data inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan variabel penyesuaian.
Namun, menjelang penetapan UMP 2025, pernyataan pejabat dan pemberitaan media saling berbeda: ada yang menyebut akan tetap memakai PP 51/2023, ada pula yang menyebut tidak memakai dan akan mengadopsi formula lain sejalan dengan dinamika kebijakan. Maka, kepastian 2026 belum diumumkan, sehingga perusahaan perlu menyiapkan beberapa skenario sambil menunggu arahan Kemenaker.
Timeline historis penetapan UMP biasanya akhir November–awal Desember (misalnya 21 Nov 2024–11 Des 2024); artinya, komunikasi resmi untuk 2026 kemungkinan juga akan muncul di Q4 2025. Gunakan rentang waktu ini sebagai deadline internal untuk finalisasi budgeting.
Untuk referensi, pemerintah sempat menyampaikan rata-rata kenaikan UMP 2025 sekitar 6,5%; angka ini bukan acuan 2026, tetapi berguna jadi patokan skenario dasar.
Catatan: ini bukan prediksi resmi, melainkan skenario perencanaan berbasis wacana publik dan pola tahun sebelumnya.
Skenario A (Baseline): +5% – konservatif, mengacu tren moderat; berguna sebagai guardrail jika ekonomi melambat. (Pembanding historis: rata-rata 2025 sebesar 6,5%.)
Skenario B (Serikat): +8,5% – selaras batas bawah tuntutan buruh 2026.
Skenario C (Tinggi): +10,5% – selaras batas atas tuntutan buruh 2026.
Mengapa tiga skenario? Karena pemberitaan mengenai formula masih berubah-ubah, sementara keputusan final biasanya keluar menjelang akhir tahun. Dengan tiga skenario, Anda bisa mengunci anggaran lebih awal, mengelola ekspektasi internal, dan menghindari kejutan arus kas.
Kelompokkan karyawan:
Di bawah/tepat UMP, sedikit di atas UMP (ump + 1–10%), jauh di atas UMP.
Simulasikan UMP baru pada tiap skenario, lalu “tarik” semua yang di bawah ke ambang baru.
Periksa compression: bandingkan jarak antar-grade (entry vs operator senior vs penyelia). Jika gap menyempit terlalu tajam, tambahkan penyesuaian kecil (selective lump-sum) untuk menjaga internal equity.
Hitung efek turunan: tunjangan berbasis % gaji, lembur (tarif 1/173—lihat panduan lembur resmi), iuran BPJS, dan pajak/potongan.
Buat 3 ringkasan: dampak OPEX tahunan, dampak bulanan Q1 2026, dan cash flow.
Setel guardrail: jika realisasi di atas skenario C, tentukan tindakan defensif (tunda perekrutan non-kritis, perbaiki jadwal lembur, atau efisiensi proses).
Untuk rujukan teknis lembur dan perhitungan 1/173, lihat artikel internal Anda soal aturan lembur; pastikan kepatuhan sebelum menekan jam kerja. (Bila perlu, hubungkan ke artikel lembur 2025 di situs Anda.)
Pertama, rapikan struktur gaji:
Perbarui pay band minimal untuk grade yang bersinggungan langsung dengan UMP agar tidak terjadi bottle neckdi level entry.
Selanjutnya, untuk peran kritikal, pertimbangkan adjustment selektif berbasis market data agar retensi tetap aman.
Kedua, tata ulang komponen variabel:
Alihkan sebagian kenaikan biaya ke bonus berbasis kinerja (bukan fixed) di peran yang hasilnya mudah diukur.
Di sisi lain, jangan ubah variabel menjadi pengganti hak normatif (mis. UMP, lembur, THR).
Ketiga, optimalkan benefit non-tunai:
Transport & meal stipend terarah untuk area berbiaya tinggi.
Program kesehatan yang benar-benar dipakai (telemedisin, mental health, skrining dasar).
Namun, komunikasikan bahwa benefit melengkapi, bukan menggantikan upah minimal.
Untuk mengecek dampaknya secara data-driven, manfaatkan: HR Analytics; lalu kaitkan dengan Penilaian Kinerja, Metode Penilaian Kinerja, dan Evaluasi Kinerja Kolaboratif agar kenaikan biaya terhubung dengan hasil.
Workforce planning: lakukan capacity review per lini; bedakan lembur karena puncak musiman vs lembur struktural. Turunkan lembur struktural lewat perbaikan proses, bukan sekadar memotong jam.
Lean & digitalisasi: identifikasi 3 proses yang paling mahal (mis. rework, idle time, atau handover lambat). Selanjutnya, uji perbaikan kecil berdampak besar (automation ringan, templatisasi SOP, dan self-service HR).
Up-skilling cepat: program microlearning mingguan 30–45 menit untuk supervisor/operasional; targetkan peningkatan kualitas & throughput.
Governance lembur: patuhi batas 4 jam/hari & 18 jam/minggu; sediakan SPL & pencatatan; penuhi hak 1.400 kkal jika lembur ≥4 jam. (Rangkuman kewajiban ini bersumber dari PP 35/2021 dan panduan resmi yang masih berlaku.)
Untuk landasan budaya & kepemimpinan—agar perubahan cara kerja diterima—lihat: Budaya Organisasi, Kepemimpinan, Kepemimpinan Kolaboratif, Learning & Development, dan Coaching.
Pertama, rilis manager FAQ yang netral: jelaskan apa itu UMP/UMK, timeline Q4 2025, apa yang perusahaan lakukan, dan jalur tanya jawab karyawan. (Sebagai referensi, jadwal resmi UMP di 2024/2025 diumumkan sekitar 21 Nov dan paling lambat 11 Des).
Kedua, lakukan pulse survey 3–5 pertanyaan tentang daya beli, komuter, dan beban kerja; gunakan hasilnya untuk quick wins (mis. transport/meal stipend temporer di area rentan).
Ketiga, siapkan skenario komunikasi eksternal (jika bisnis terdampak demo atau keputusan upah). Pastikan nada empatik, faktual, dan non-politis—seraya menjaga SLA layanan pelanggan.
Keempat, libatkan serikat/komite pekerja lebih awal: paparkan dampak biaya dari tiap skenario dan kompensasinyadengan inisiatif produktivitas. Ini bukan sekadar “minta pengertian”, melainkan membangun koalisi untuk sustainabilitas lapangan kerja.
Tunjuk task force (HR–Finance–Legal–Operasi).
Kumpulkan data gaji per grade & lokasi; tandai yang dekat UMP.
Bangun workbook 3 skenario (+5%, +8,5%, +10,5%).
Deteksi compression & usulkan perbaikan band.
Uji dampak lembur & benefit pada tiap skenario.
Susun manager FAQ + komunikasi karyawan.
Rancang quick wins: shift, jadwal, stipend, microlearning.
Siapkan rencana kontinjensi (BCP) untuk hari-hari aksi massa.
Finalkan anggaran opsi A/B/C sebelum pertengahan November.
Tetapkan ritme review mingguan sampai pengumuman UMP/UMK keluar.
Pada akhirnya, menunggu pengumuman resmi tanpa menyiapkan rencana bukan pilihan. Sebab, keputusan upah minimum biasanya keluar di penghujung tahun, sementara dampaknya menyentuh struktur gaji, produktivitas, dan arus kas sejak hari pertama 2026. Oleh karena itu, susun tiga skenario, lakukan simulasi komprehensif, rapikan pay band dan governance lembur, lalu jalankan komunikasi empatik agar karyawan dan lini bisnis siap menghadapi perubahan—apa pun formulanya nanti. (Referensi tuntutan 2026 dan dinamika aturan Anda bisa pantau dari sumber berita yang kami kutip di atas).