psychehumanus.id

Analisis Jabatan dan Perannya bagi Organisasi

Organisasi dapat didefinisikan sebagai sekumpulan individu yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama dalam sebuah struktur atau bentuk koordinasi yang spesifik. Sebuah organisasi pada hakikatnya akan selalu mengarahkan diri untuk mencapai tujuan atau sasaran tertentu, sehingga setiap anggota organisasi juga hendaknya mampu berkontribusi atau mengambil peran dalam mencapai tujuan tersebut.

Pada organisasi yang bersifat lebih formal (misalnya : perusahaan, LSM, lembaga pemerintahan, partai politik, dsb) pembagian peran atau tanggung jawab ini terwujud melalui terbentuknya divisi, departemen, seksi/section, gugus kerja, serta pembagian peran secara vertikal seperti halnya sebutan staf, supervisor, manajer, general manager, direktur, dan sebagainya. Dengan demikian, organisasi perlu menyelaraskan pembagian tugas/tanggung jawab setiap anggotanya dengan tujuan/sasaran yang ingin dicapai agar dapat mencapai tujuannya secara lebih efektif dan efisien.

Proses penyelarasan antara tugas/tanggung jawab anggota organisasi dengan tujuan organisasi dapat dilakukan melalui analisis jabatan (job analysis). Proses analisis jabatan akan mengeksplorasi dan menguraikan tentang detail tugas/tanggung jawab, hubungan interaksi/koordinasi jabatan dengan jabatan lain di dalam organisasi ataupun pihak di luar organisasi, kewenangan, sasaran-sasaran kerja yang harus dicapai, serta kualifikasi yang diperlukan untuk menduduki jabatan tersebut.

Proses analisis jabatan dapat melibatkan banyak pihak, mulai dari para pemangku jabatan, atasan langsung, rekan kerja, klien, maupun melibatkan ahli di bidang tersebut (subject matter expert). Dalam pelaksanaanya, perlu diperhatikan bahwa fokus/objek analisis jabatan adalah pada tugas/jabatan (task), dan bukan pada individu pemangku jabatan (person / job holder). Hasil dari proses analisis jabatan umumnya berupa dua dokumen, yaitu : dokumen uraian jabatan/pekerjaan (job description), dan dokumen spesifikasi jabatan (job specification).

Analisis jabatan merupakan proses fundamental dalam manajemen sumber daya manusia. Proses dan hasil (output) analisis jabatan menjadi dasar dari mayoritas proses manajemen sumber daya manusia. Pada sisi rekrutmen & seleksi, hasil analisis jabatan menjadi dasar dalam pembuatan iklan lowongan dan aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan seleksi.

Pada bidang pelatihan dan pengembangan, hasil analisis jabatan menjadi peta bagi aktivitas pengembangan karyawan, baik dari sisi kemampuan teknis ataupun sikap kerja. Pada sisi remunerasi, hasil analisis jabatan menjadi faktor yang dipertimbangkan dalam evaluasi jabatan dan penentuan golongan jabatan, yang secara langsung berdampak pada besaran nilai upah pemangku jabatan. Hasil analisis jabatan juga menjadi dasar yang penting dalam penilaian kinerja, manajemen kinerja, serta manajemen karir.

Mengingat pentingnya hasil analisis jabatan, maka setiap organisasi hendaknya perlu mempertimbangkan pelaksanaan analisis jabatan secara berkala sebagai bentuk monitoring dan evaluasi atas keselarasan tanggung jawab yang dilaksanakan pemangku jabatan dengan sasaran/tujuan organisasi.

Di samping itu, analisis jabatan juga perlu dilakukan ketika organisasi mengalami perubahan strategi bisnis ataupun sasaran/tujuan organisasi, transformasi organisasi, perubahan proses kerja, ataupun persaingan bisnis yang menuntut adanya perubahan-perubahan dalam tanggung jawab maupun kualifikasi dan kemampuan pemangku jabatan.

Dengan demikian, diharapkan setiap jabatan yang ada di dalam organisasi memiliki tanggung jawab, kewenangan, dan sasaran kerja yang relevan. Selain itu, organisasi juga akan memiliki pemangku jabatan yang memiliki kapasitas dan kemampuan diperlukan agar dapat memberikan kontribusi optimal terhadap keberlangsungan organisasi.

Di sisi lain, job description dan job specification yang tidak selaras dan update dengan kondisi organisasi saat ini, berpotensi memberikan hambatan bagi organisasi dalam melaksanakan aktivitas bisnisnya.

Pertama, organisasi akan menjadi kurang efektif dan efisien dalam mencapai tujuan/sasaran organisasi, baik karena tanggung jawab yang kurang relevan, ataupun pemangku jabatan yang belum memiliki kecakapan yang diperlukan.

Kedua, memungkinkan terjadinya tumpang tindih (overlapping) tanggung jawab antar jabatan, sehingga menghambat kelancaran proses bisnis maupun penciptaan nilai (value creation) bagi pelanggan dan organisasi.

Ketiga, karyawan berpotensi mengalami stress atau burnout karena tanggung jawab dan kewenangan yang kurang jelas ataupun mengalami kebuntuan dalam karir karena sistem manajemen karir yang belum optimal.

Di samping itu, potensi munculnya rasa ketidakadilan karena sistem remunerasi yang belum didasarkan pada evaluasi jabatan yang memadai dan obyektif.  

Kelima, program pengembangan dan pembelajaran karyawan menjadi kurang efektif untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi, karena tidak disusun berdasarkan kesenjangan kemampuan yang dibutuhkan untuk memenuhi tanggung jawab dan sasaran jabatan.

Dengan berkembangnya teknologi dan persaingan bisnis pada saat ini, pelaksanaan analisis jabatan tidak lepas dari tantangan. Kebutuhan akan dokumen job description dan job specification yang cepat terkadang membuat tim di departemen SDM/HR tergoda mengambil jalan pintas untuk memanfaatkan akal imitasi (artificial intelligence/AI) dalam penyusunannya.

Pemanfaatan AI di satu sisi akan mempercepat proses kerja analisis jabatan maupun dokumen yang diperlukan. Namun, pelaksanaan analisis jabatan yang tidak dilakukan secara komprehensif dan memperhatikan konteks, proses bisnis, dan tujuan/sasaran organisasi akan menghasilkan dokumen job description dan job specification tidak sepenuhnya selaras dengan kondisi pekerjaan ataupun aktivitas kerja pemangku jabatan.

Hal ini akan membuat dokumen yang dihasilkan menjadi kurang mampu menjawab tujuang pelaksanaan analisis jabatan, yaitu tentang kontribusi jabatan secara spesifik atas tujuan organisasi, ataupun kapasitas dan kemampuan individu yang sesuai dengan kebutuhan tersebut.

Selain pemanfaatan teknologi, tantangan pelaksanaan analisis jabatan datang dari pemangku jabatan selaku informan/responden.

Salah satunya adalah terkait persepsi informan/responden saat dilakukannya pengumpulan data. Pada beberapa kesempatan, seringkali responden merasa bahwa diri mereka sedang dinilai oleh analis, sehingga mereka berupaya untuk “menampilkan” diri secara positif, baik dari sisi penjelasan proses kerja, maupun pencapaian-pencapaian yang dimiliki dalam pekerjaan.

Bias lain yang berpotensi muncul adalah tentang sudut pandang subyektif informan/responden saat pengambilan data analisis jabatan, sehingga informasi tentang standar-standar kerja, bentuk koordinasi, maupun sasaran kerja dipandang sebatas pemahaman dan pengalaman informan/responden. Situasi ini akan berdampak pada kualitas, keluasan, dan obyektivitas informasi yang diperoleh analis, serta dapat memberikan pengaruh jangka panjang dalam melaksanakan analisis jabatan ataupun saat menyusun dokumen job description dan job specification.

Bagikan

Recent Article